Filsafat_Untuk_Dewasa.mp4

Bhatarafana
3 min readJul 21, 2022

Mana yang lebih kamu takuti: anakmu kelak, atau adik kecilmu, kedapatan membuka situs tidak senonoh atau kedapatan tengah membuka-buka halaman buku-buku Karl Popper, Immanuel Kant, dan Friedrich Nietzsche?

Belakangan, di platform Twitter, tengah ramai klip wawancara antara seorang siswa SMK bernama Rafi dan Bu Okky Maddasari yang membahas mengenai perlunya kita merestrukturasi pandangan kita atas kedisiplinan yang diagungkan pada sekolah. Namun, pada tulisan kali ini, kutidak akan membahas mengenai itu. Biarlah itu menjadi diskusi yang menarik bagi banyak pihak. Yang menarik, dan memberi secercah harapan, adalah adanya (atau mungkin, terlihatnya) anak-anak muda yang masih duduk di bangku sekolah untuk mau membahas mengenai hal-hal yang telah lama ada, namun enggan kita kaji atau kulik ulang. Terlebih, disajikan lewat pendekatan filsafat.

Filsafat selalu menjadi kata yang memicingkan banyak mata yang mendengarnya. Stigma bahwa filsafat hanya akan membuat ateis adalah sebuah kedangkalan pemahaman semata. Filsafat pada dasarnya adalah alat, bukan rancang bangun. Filsafat adalah kata kerja ketimbang kata benda.

Kita melakukan banyak proses filsafat dalam hidup. Misal: hari ini aku ingin es krim. Tapi, sebentar, aku harus makan nasi juga, perutku kosong dari pagi. Oke lah, makan nasi goreng di Pak Budi aja sambil pesan es teler nanti. Selamat! Kamu sudah melakukan metode dialektika Hegel: tesis, antitesis, sintesis. Atau, kamu ragu untuk mengikuti suatu kepanitiaan bernuansa musik karena sebelum-sebelumnya, kamu selalu mengikuti kepanitiaan bernuansa alam. Lalu, kamu memutuskan bahwa: “Toh, ini hidupku kok. Yang memberi makna dan nilai buat hidupku sendiri, ya aku!” Dann…selamat! Kamu telah mengimplementasikan pemikiran para eksistensialis, seperti Sartre dan Camus.

Lalu, perlukah anak kecil dan remaja terpapar filsafat? Sebentar, mari revisi pertanyaan tersebut: Tidak apa-apa kah jika anak kecil dan remaja terpapar filsafat? Apakah filsafat hanya untuk orang dewasa? Apakah perlu kita menyalakan alarm ‘danger’ saat melihat anak-anak sekolah mencoba membaca Madilog, Dunia Sophie, Thus Spoke Zarathustra, atau The Critique of Pure Reason?

Sadarkah, beberapa dari kita saat kita kecil lebih filosofis daripada saat kini? Ingatkah, mungkin, saat kecil kamu bertanya ke orang tua atau kakakmu mengenai: kenapa awan bisa bertengger dan tidak jatuh? Kenapa malam gelap? Mengapa kita harus sekolah? Apa itu keluarga? Mengapa orang dewasa berukuran lebih besar dari anak kecil?

Filsafat bukan substansi ilegal yang hanya boleh dikonsumsi jika telah berumur 18+ atau 21+. Seperti ragam disiplin ilmu dan paradigma lainnya, ada spektrum yang majemuk dalam filsafat. Pada spektrum itulah kita mungkin mampu membedakan cabang filsafat mana yang mungkin (mungkin, bukan boleh) didalami oleh para remaja, bahkan anak kecil.

Selain itu, melakukan pemikiran atau bahkan karya filosofis menjadi sebuah perayaan akbar dari evolusi diri kita dan sebagai umat manusia pada umumnya. Bermilyar tahun sejak satu ledakan ‘itu’, pada akhirnya kita, manusia, makhluk hidup yang meminjam debu-debu bintang untuk eksis, mampu berpikir untuk dirinya sendiri, mampu berpikir mengenai berpikir, mampu memantulkan dirinya lewat refleksi.

Juga, filsafat tidak selalu merupakan alat kreatif. Stimulus yang dipercikan dari filsafat kontinental (filsafat yang memiliki kedekatan dengan kesenian, kebudayaan, dan kesadaran manusia) mungkin mendorong daya kreatif kita. Namun, jika kita membutuhkan suatu alat untuk mengakselerasi kemampuan analitis, filsafat analitik menyajikan banyak penemuan menarik, unik, dan takjarang bersifat matematis. Filsafat seolah adalah oli untuk mesin besar bernama pengetahuan.

Semua berhak berpikir, semua berhak membaca apa yang mereka ingin, semua berhak menulis apa yang mereka pikirkan. Kebebasan adalah hal mutlak, begitu pun tanggung jawab. Segala umur tentunya dipersilakan menikmati filsafat. Kebijakan akan datang bersamaan dengan waktu dan pengalaman yang dikenakan atau ditangkap dari tiap individu.

—Bhatarafana

Bandung, 21 Juli 2022

--

--